JAKARTA
- Bisnis wealth management di seluruh dunia sedang menyoroti Indonesia
karena jumlah miliarder di tanah air meningkat pesat. Indonesia berada
di posisi pertama dalam daftar sepuluh negara dengan persentase
pertumbuhan miliarder tertinggi di dunia, yang dirilis oleh
WealthInsight pada Januari lalu.
Angka pertumbuhan miliarder di
Indonesia mencapai 22,6% dari jumlah semula yang 37 ribu pada 2013 dan
mencapai lebih dari 45.300 pada 2014. Angka ini bahkan melampaui
Tiongkok (7,9%) dan India (17,1%).
Bila
melihat komponen investasi para miliarder Indonesia, yang juga dikenal
dengan High-Net-Worth Individuals (HNWI), properti dan saham adalah dua
alokasi investasi terfavorit. Bila porsi keduanya dijumlahkan, maka bisa
mencapai 50% dari alokasi aset total para HNWI di Indonesia.
Oleh
karena itu, kenaikan harga yang kuat dalam sektor real estate dan pasar
saham yang sehat dalam beberapa tahun terakhir merupakan pendorong
utama banyaknya orang Indonesia yang kemudian masuk ke dalam kalangan
HNWI. Kuatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia pun turut mendorong
munculnya para miliarder baru.
Head of Consumer Banking Group DBS
Indonesia Steffano Ridwan mengatakan, DBS Indonesia melihat bahwa para
miliarder Indonesia telah semakin dewasa dalam mengelola keuangan. Oleh
karenanya, menjadi semakin penting bagi lembaga-lembaga keuangan di
Indonesia untuk memahami tren di kalangan HNWI sehingga dapat memberikan
pelayanan terbaik kepada kalangan miliarder yang semakin berkembang
ini.
"Berdasarkan analisis kami, terdapat setidaknya tiga tren
utama bagi HNWI di Indonesia," katanya dalam laporan resmi di Jakarta,
hari ini.
Dengan pasar HNWI yang semakin dewasa dalam hal
finansial, mereka menuntut produk investasi yang lebih canggih. Penyedia
jasa keuangan harus mampu melayani nasabah dengan produk-produk
investasi yang sesuai dengan selera risiko (risk appetite) mereka.
Di
Indonesia, lembaga perbankan hanya dapat menawarkan produk-produk
investasi dalam negeri (inshore), sedangkan perusahaan penyedia layanan
wealth management di luar negeri dapat membantu klien dalam
diversifikasi risiko investasi mereka di luar negeri (offshore).
Dengan
pertumbuhan ekonomi Asia yang begitu cepat, HNWI sangat haus akan
informasi terbaru dari pasar. Relationship manager saat ini harus mampu
membekali para HNWI dengan pemahaman yang kuat dan tidak terbatas pada
pasar lokal, melainkan juga pada informasi pasar terbaru di ranah
regional.
"Mereka harus berperan sebagai penasihat keuangan dan
oleh karena itu, harus dilengkapi juga dengan wawasan yang mumpuni
tentang pasar di Asia," tukasnya.
Sementara itu, ledakan dunia
digital tidak hanya terjadi di kalangan pasar dengan usia lebih muda dan
kelas menengah saja. Berdasarkan World Wealth Report 2014, sebanyak 82
persen dari HNWI di Asia Pasifik (kecuali Jepang) menuntut kemampuan
digital dari perusahaan wealth management.
Perangkat digital dan
mobile akan memungkinkan klien untuk bertransaksi dengan mudah. Mereka
pun menuntut akses terhadap informasi real-time dalam memenuhi
kebutuhannya terhadap asupan nasihat keuangan. Lembaga-lembaga keuangan
atau perusahaan pengelola investasi harus mengadopsi tren digital agar
tetap kompetitif di masa yang akan datang.
"Tidak diragukan lagi,
pasar wealth management di Indonesia memang sangat besar. Untuk itu,
pelaku industri dan regulator harus bekerjasama untuk memanfaatkan
momentum ini," ucap dia.
Oleh karena itu, perlu terus
memaksimalkan keyakinan dari kalangan HNWI dalam mempercayakan
pengelolaan instrumen investasinya pada industri keuangan di Indonesia.
Berdasarkan tren di atas, maka tiga kunci utamanya meliputi
diversifikasi produk, optimalisasi peranan SDM, dan pengembangan layanan
berbasis digital.
Sekadar catatan, HNWI merupakan kalangan dengan kekayaan pribadi di atas Rp11 miliar (di atas US$1 juta).
WASPADA ONLINE