Saturday 27 September 2014

Pelancongan Syariah, Negara Non-Muslim Cabar Negara Orang Islam..

Negara non muslim ini lebih gencar kembangkan wisata syariah Bas pelancong di Bandung.


Jakarta: Potensi pelancongan syariah diramal akan terus berkembang dan membesar di dunia. Ironinya, negara dengan majoriti Muslim seperti Indonesia tidak menyambut potensi ini dengan baik. Negara non muslim malah lebih maju dan lancar mengembangkan pelancongan syariah.

Ketua Pengarah Pemasaran Pelancongan Kemenparekraf, Esty Reko Astuty Indonesia menyebut, negara non muslim sudah menentukan target mereka dalam membuat produk halal. Mereka membuat pelancongan halal yang mengimbangi spiritual dengan pekerjaan.

"Non muslim menjadikan negara muslim sasarannya. Mereka membuat pakej produk halal, seperti New Zealand, Jepun, dan Eropah hingga Hong Kong. Mereka yang membuat 'pakej halal' itu termasuk China dan Argentina juga," ucap Esty dalam acara seminar di Hotel Sofyan, Jakarta, Sabtu (27/9).

Esty mensasarkan, ke depannya Indonesia perlu gencar dan lancar membangunkan dan mempromosikan pasaran pelancongan syariah. Jika tidak, maka muslim yang ramai di Indonesia hanya akan menjadi pasaran empuk.

"Ada 7 minat khusus yang terus kita tawarkan, satu khusus itu ialah pelancongan-syariah. Trend perkembangannya cukup pesat, mencari gaya hidup sihat, mesra alam. Tetap menilai spiritual. Keseimbangan kehidupan dalam bekerja," katanya.

Potensi nilai pelancongan syariah dunia tahun 2012 menembus angka US $ 137 bilion per tahun. Angka ini diramal terus meningkat sehingga US $ 181 bilion di 2018. Namun ini belum digarap serius oleh Indonesia. (IH)

Tuesday 16 September 2014

Jumlah miliarder Indonesia tertinggi di dunia



JAKARTA - Bisnis wealth management di seluruh dunia sedang menyoroti Indonesia karena jumlah miliarder di tanah air meningkat pesat. Indonesia berada di posisi pertama dalam daftar sepuluh negara dengan persentase pertumbuhan miliarder tertinggi di dunia, yang dirilis oleh WealthInsight pada Januari lalu.

Angka pertumbuhan miliarder di Indonesia mencapai 22,6% dari jumlah semula yang 37 ribu pada 2013 dan mencapai lebih dari 45.300 pada 2014. Angka ini bahkan melampaui Tiongkok (7,9%) dan India (17,1%).join_facebookjoin_twitter

Bila melihat komponen investasi para miliarder Indonesia, yang juga dikenal dengan High-Net-Worth Individuals (HNWI), properti dan saham adalah dua alokasi investasi terfavorit. Bila porsi keduanya dijumlahkan, maka bisa mencapai 50% dari alokasi aset total para HNWI di Indonesia.

Oleh karena itu, kenaikan harga yang kuat dalam sektor real estate dan pasar saham yang sehat dalam beberapa tahun terakhir merupakan pendorong utama banyaknya orang Indonesia yang kemudian masuk ke dalam kalangan HNWI. Kuatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia pun turut mendorong munculnya para miliarder baru.

Head of Consumer Banking Group DBS Indonesia Steffano Ridwan mengatakan, DBS Indonesia melihat bahwa para miliarder Indonesia telah semakin dewasa dalam mengelola keuangan. Oleh karenanya, menjadi semakin penting bagi lembaga-lembaga keuangan di Indonesia untuk memahami tren di kalangan HNWI sehingga dapat memberikan pelayanan terbaik kepada kalangan miliarder yang semakin berkembang ini.

"Berdasarkan analisis kami, terdapat setidaknya tiga tren utama bagi HNWI di Indonesia," katanya dalam laporan resmi di Jakarta, hari ini.

Dengan pasar HNWI yang semakin dewasa dalam hal finansial, mereka menuntut produk investasi yang lebih canggih. Penyedia jasa keuangan harus mampu melayani nasabah dengan produk-produk investasi yang sesuai dengan selera risiko (risk appetite) mereka.

Di Indonesia, lembaga perbankan hanya dapat menawarkan produk-produk investasi dalam negeri (inshore), sedangkan perusahaan penyedia layanan wealth management di luar negeri dapat membantu klien dalam diversifikasi risiko investasi mereka di luar negeri (offshore).

Dengan pertumbuhan ekonomi Asia yang begitu cepat, HNWI sangat haus akan informasi terbaru dari pasar. Relationship manager saat ini harus mampu membekali para HNWI dengan pemahaman yang kuat dan tidak terbatas pada pasar lokal, melainkan juga pada informasi pasar terbaru di ranah regional.

"Mereka harus berperan sebagai penasihat keuangan dan oleh karena itu, harus dilengkapi juga dengan wawasan yang mumpuni tentang pasar di Asia," tukasnya.

Sementara itu, ledakan dunia digital tidak hanya terjadi di kalangan pasar dengan usia lebih muda dan kelas menengah saja. Berdasarkan World Wealth Report 2014, sebanyak 82 persen dari HNWI di Asia Pasifik (kecuali Jepang) menuntut kemampuan digital dari perusahaan wealth management.

Perangkat digital dan mobile akan memungkinkan klien untuk bertransaksi dengan mudah. Mereka pun menuntut akses terhadap informasi real-time dalam memenuhi kebutuhannya terhadap asupan nasihat keuangan. Lembaga-lembaga keuangan atau perusahaan pengelola investasi harus mengadopsi tren digital agar tetap kompetitif di masa yang akan datang.

"Tidak diragukan lagi, pasar wealth management di Indonesia memang sangat besar. Untuk itu, pelaku industri dan regulator harus bekerjasama untuk memanfaatkan momentum ini," ucap dia.

Oleh karena itu, perlu terus memaksimalkan keyakinan dari kalangan HNWI dalam mempercayakan pengelolaan instrumen investasinya pada industri keuangan di Indonesia. Berdasarkan tren di atas, maka tiga kunci utamanya meliputi diversifikasi produk, optimalisasi peranan SDM, dan pengembangan layanan berbasis digital.

Sekadar catatan, HNWI merupakan kalangan dengan kekayaan pribadi di atas Rp11 miliar (di atas US$1 juta).

WASPADA ONLINE

Friday 5 September 2014

Sindiket ‘love scam’: 1,750 mangsa ditipu, rugi RM68 juta




Seramai 1,750 individu dilapor menjadi mangsa sindiket penipuan Internet atau "love scam" sejak Januari 2013 hingga Ogos tahun ini, yang membabitkan jumlah kerugian kira-kira RM68 juta.

Pengarah Jabatan Siasatan Jenayah Komersial (JSJK) Bukit Aman Datuk Seri Mortadza Nazarene berkata daripada jumlah itu, sebanyak 1,205 mangsa adalah wanita manakala bakinya ialah lelaki (545 orang).

"Berdasarkan laporan yang diterima polis, sejumlah 1,095 mangsa pada tahun lepas mencatatkan jumlah kerugian RM35.6 juta manakala setakat Ogos tahun ini, sejumlah 655 individu menjadi mangsa dengan jumlah kerugian lebih RM32 juta," katanya.

Beliau berkata demikian dalam sidang media di Ibu Pejabat JSJK Bukit Aman, Kompleks Kerajaan, Bukit Perdana di Kuala Lumpur hari ini.

Walaupun jumlah mangsa menurun, nilai kerugian mencatat peningkatan dan ini amat membimbangkan terutama kepada golongan wanita, katanya. –  Bernama, 4 September, 2014.