Friday 2 September 2011

Qadhafi Lemah, Perusahaan Asing Mulai Sibuk



Jum'at, 02 September 2011:

Di saat Libya dalam kondisi kaca balau, perusahaan energi Italia Eni, yang merupakan produsen minyak asing terbesar di Libya, telah menandatangani sebuah pakta dengan pimpinan pemberontak untuk memulai kembali produksi.

Eni menandatangani persetujuan itu Senin di Benghazi dengan Dewan Transisi Nasional. Dewan itu merupakan badan pengatur untuk kelompok pemberontak yang telah menguasai Libya meskipun masih belum berhasil menemukan diktator Libya, Moammar Qadhafi.

Eni memperkecil operasinya di Libya selama pemberontakan enam bulan, dan menurunkan produksinya dari 280 ribu barel menjadi 50 ribu barel minyak mentah per hari.

Eni dan pemimpin pemberontak mengatakan mereka akan memulihkan operasi perusahaan itu secara cepat. Tetapi CEO Eni, Paolo Scaroni mengatakan minggu lalu bahwa ini butuh 18 bulan sampai operasi pulih sepenuhnya. Kerusakan luas terjadi pada lapangan minyak perusahaan itu.

Eni merupakan satu dari beberapa perusahaan minyak global yang berusaha memulai kembali produksi mereka di Libya.

Sebelum pemberontakan, Libya memproduksi 1,8 juta barel per hari, sekitar 2 persen dari produksi minyak dunia. Tetapi ketika terjadi pemberontakan, produksi minya menurun menjadi hanya 60 ribu barel per hari.

Rebutan Asing

Sebelumnya, pemberontakan di Libya, Inggris siudah mengumumkan akan mengambil alih kontrol perdagangan minyak di Libya. Keputusan ini dilakukan menyusul keberhasilan pemberontak Libya yang telah berhasil menguasai dua tempat utama produksi minyak Libya.

Pemberontak bahkan telah mengatakan, akan mulai mengekspor minyak. Para pemberontak berharap bisa menghasilkan antara 100.000 dan 130.000 barel per hari dan akhirnya bisa meningkat menjadi 300.000 barel per hari.

Menteri Pertahanan Inggris Liam Fox bulan Maret sempat mengatakan kepada media Inggris BBC bahwa dia terutama ingin menjamin keamanan di pelabuhan. Dia percaya hal ini akan memulihkan keseimbangan dalam perdagangan minyak Libya.

Sebagaimana diketahui, pantai di Ras Lanouf dan Brega bertanggung jawab atas produksi ekspor minyak Libya dan hampir sudah menghentikan kegiatan produksinya semenjak pemberontakan mulai muncul 15 Februari lalu.

Laporan Statistik Energi British Petroleum (BP) pada 2009 menyebut, Libya sebagai eksportir terbesar ke-12 di dunia dengan sumber cadangan minyak terbesar di Afrika.
Beberapa perusahaan minyak besar dunia beroperasi di sana, seperti Repsol (Spanyol), BP (Inggris), Shell (Belanda), Gazprom (Rusia), Statoil (Norwegia), dan Medco (Indonesia).

Sulit diterima dengan akal bila intervensi Barat ke Libya ini tidak terkait dengan usaha ‘penjarahan’ minyak Libya. (IH/Hidayatullah)

No comments:

Post a Comment