Saturday 28 August 2010

Gelombang Baru Krisis Ekonomi AS

Friday, 27 August 2010: Dalam beberapa pekan ini, prediksi munculnya gelombang baru krisis ekonomi di Amerika Serikat terus mengalir deras. Nouriel Roubini, Dosen Universitas New York dalam wawancara dengan televisi Bloomberg memprediksi bahwa kemungkinan terjadinya krisis finansial dan resesi ekonomi di AS melebihi 40 persen.

Ditegaskannya, tingkat pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan kedua 2010 pada kondisi terbaik hanya bertengger di posisi 1,2 persen. Angka ini lebih rendah dari prediksi Departemen Perdagangan AS yang mematok angka 2,4 persen.

Ekonom AS ini menilai pertumbuhan ekonomi negaranya pada semester kedua 2010 lebih kecil dari semester pertama. Meski pemerintah AS merogoh dana raksasa senilai 814 milyar dolar dari kas negara, namun negeri Paman Sam itu hingga kini masih terus dibayangi krisis ekonomi.

Senada dengan Roubini, ekonom AS lainnya, Michael Schneider mengungkapkan bahwa ekonomi nasional AS diambang kehancuran. Ditegaskannnya, kian hari kita menyaksikan kondisi ekonomi AS semakin memburuk.

Tidak hanya kalangan akademisi AS sendiri yang memprediksi munculnya gelombang baru krisis ekonomi di AS. Baru-baru ini, Roger Von Hanwehr, CEO Arcxeon international menuturkan bahwa kondisi ekonomi AS saat ini lebih buruk dari dua tahun lalu, ketika puncak krisis ekonomi menghantam dunia.

Tidak hanya itu, CEO perusahaan investasi raksasa dunia itu memprediksi bahwa dampak krisis ekonomi baru yang akan menimpa AS akan lebih dahsyat dari krisis 2008. Sebab, utang negara Paman Sam itu membengkak beberapa kali lipat dibandingkan dua tahun silam.

Kondisi tersebut dipicu sejumlah faktor seperti besarnya dana perang Irak dan Afghanistan yang mencapai milyaran dolar, bail out bank dan institusi finansial raksasa yang gulung tikar, anjloknya produksi industri domestik AS dan merosotnya tingkat daya beli rakyat.

Para analis ekonomi mengingatkan, jika kondisi ekonomi AS terus-menerus seperti itu, maka dalam jangka panjang rakyat negara ini terpaksa menumpuk makanan dan keperluan pokoknya. Karena utang pemerintah AS semakin menumpuk dan kondisi ekonomi negara ini kian hari semakin memburuk.

Bersamaan dengan itu, data statistik terbaru mengenai penyitaan rumah di AS semakin memperkuat prediksi memburuknya ekonomi negara adidaya itu. Koran USA Today menulis, jumlah keluarga yang kehilangan rumahnya akibat krisis ekonomi terus bertambah dalam beberapa pekan terakhir. Dilaporkan, selama dua tahun lalu, bank dan institusi finansial telah menyita 2,6 juta rumah, karena pemiliknya tidak mampu membayar cicilan kredit rumah mereka. Para ekonom menilai adanya hubungan langsung antara tingkat pengangguran yang tinggi dengan lonjakan penyitaan rumah yang semakin mengkhawatirkan.(IRIB/AK)

No comments:

Post a Comment